Paska Pemilihan Kepala Desa selalu dibarengi juga dengan upaya untuk mengganti Perangkat Desa. Bagi Kepala Desa yang terpilih seringkali memandang bahwa perangkat Desa yang akan bekerja membantu tugas-tugas Kepala Desa haruslah orang-orang yang loyal terhadap Kepala Desa, sebuah pandangan yang tidak salah. Namun demikian meengganti perangkat Desa tidak serta merta terjadi tanpa mengacuh pada Peraturan Perundangan yang berlaku. Berikut beberpa point penting yang harus dipahama dalam proses pergantian perangkat Desa.
Permendagri 83 tahun 2015 yang telah dirubah dengan Permendagri No 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomo 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatn dan Pemberhentian Perangkat Desa, telah memberikan tuntunan kepada Kepala Desa dalam proses pemberhentian perangkat Desa. Dalam pasal 5 Permendagri 67 Tahun 2017 dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepala Desa memberhentikan perangkat Desa setelah berkonsultasi dengan camat.
2. Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan.
3. Perangkat Desa diberhentikan karena:
a. usia genap 60 tahun;
b. dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. berhalangan tetap;
d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perangkat Desa; dan
e. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
4. Pemberhentian perangkat Desa ditetapkan dengan keputusan kepala Desa dan
disampaikan kepada camat paling lambat 14 (empat belas) hari setelah
ditetapkan.
Terkait dengan poit 3 hurug e, tentang melanggar larangan perangkaty Desa, telah diataur dalam pasal 51 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana yang dimaksud dengan larangan bagi perangkat Desa adalah sebagai berikut:
1. Merugikan kepetingan umum;
2. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak
lain, dan/atau golongan tertentu;
3. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajiban;
4. Melakukan tindakan yang diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan
masyarakat tertentu;
5. Melakukan tindakan yang meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
6. Melakukan Kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau
jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang
akan dilakukannya;
7. Menjadi pengurus partai politik;
8. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
9. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, DPR, DPD, DPRD
Provinsi, DPRD Kab/Kota dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan
perundang undangan;
10. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan
kepala daerah;
11. Melanggar sumpah/janji jabatan;
12. Meinggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Langganan:
Postingan (Atom)
Populer
PELATIHAN HUKUM KONTRAK KONSTRUKSI DEP PU Jakarta, 13 Maret ppt download
PELATIHAN HUKUM KONTRAK KONSTRUKSI DEP PU Jakarta, 13 Maret ppt download : PTUN : Peradilan Tata Usaha Negara Pengadilan Tata Usaha Negara